1
BAB 1
Penilaian Terhadap Penulisan Sejarah
Pengajaran  Sejarah  memang  dapat  dipergunakan  untuk  melatih  warganegara  yang
setia jika memang kisah tanah airnya dapat menimbulkan rasa bangga pada diri kaum patriot
atau jika kisah itu dapat demikian diubah dan disesuaikan sehingga nampaknya lebih mulia.
Namun  di  dalam  pendidikan  pemuda  sekalipun  apabila  kebenaran  dapat  ditetapkan  dengan
penggunaan  metode  sejarah,  barangkali  lebih  baik  disajikan  secara  murni.  Masalahnya
terdapat pada bidang pendidikan dan tidak pada bidang penelitian. Pastilah sejarah memiliki
metode  yang ilmiah, dari metode sejarah  yang analistis. Dalam batas-batas tertentu metode
sejarah adalah ilmiah, yakni hasilnya harus dapat di verifikasi dan dapat disetujui atau ditolak
oleh para ahli.
Seorang sejarawan tidak dapat menghindarkan sesuatu filsafat atau sesuatu kode etik.
Dan sejarawan yang paling banyak pengalamannya adalah sejarawan yang terbaik. Masalah
langgam  untuk  sebagian  dapat  dipecahkan  dengan  usaha  kolektif.  Sejarawan  yang  didalam
karya  yang  serius  meniadakan  catatanbawah,  dengan  demikian  meniadakan  sarana  yang
memungkinkan  orang  lain  menguji  kesimpulan-kesimpulannya  namun  catatanbawah
seringkali menjemukan, maka khalayak ramai telah mempunyai prasangka terhadapnya.
Cara  untuk  mengatasi  merosotnya  mutu  sastra  penulisan  sejarah,  mungkin  sekali
adalah usaha untuk menerbitkan majalah-majalah sejarah popular, sebagaimana yang sering
disarankan. Dengan demikian mungkin akan berkembang suatu situasi dimana lebih banyak
bakat dan uang akan tersedia karya-karya  yang  dapat memenuhi ukuran-ukuran  yang lebih
tinggi.
BAB II
Hubungan Antara Metode Sejarah dengan Hidup dan Ilmu
Setiap  orang  bukan  saja  merupakan  seorang  sejarawan  yang  harus  menyusun
sejarahnya  sendiri  untuk  pengertiannya  sendiri  (meskipun  hal  itu  dilakukan  hanya  didalam
pikirannya  saja),  tetapi  ia  juga  mempunyai  kansa  untuk  termasuk  diantara  mereka  catatancatatannya  akan  menarik  minat  sejarawan  dari  ratusan  atau  ribuan  tahun  yang  akan  datang
2
dan  dengan  demikian  akan  memperoleh  keabdian  yang  mungkin  tidak  akan  diperoleh  oleh
orang-orang sejamannya yang lebih terkemuka.
Intisari  metode  sejarah  yang  pertama,  apakah  dokumen-dokumen  itu  otentik,  atau
bagian-bagian yang mana yang otentik jika hanya sebagian diantaranya atau hanya beberapa
bagian  daripadanya  yang  otentik?,  Kedua,  seberapa  banyak  daripada  bagian-bagian  otentik
itu yang bisa dipercaya, dan sejauh mana? Hanya itulah yang dapat ia peroleh dari dokumen dokumen itu sendiri.
Bahwa metode sejarah dapat diterapkan kepada pokok pembahasan disiplin manapun
sebagai sarana  untuk memastikan fakta. Pastilah bahwa sejarah merupakan pengalaman yang
direkam  daripada  umat  manusia  dan  orang  dapat  memperoleh  manfaat  dari  pengalaman
dalam setiap bidang pengetahuan. Sejarawan dapat memiliki sifat ilmu-ilmu sosial, dan dapat
kita  harapkan  bahwa  dalam  hal  itu  akan  dapat  diperoleh  kemajuan-kemajuan.  Sejarawan
sebagai ilmiawan sosial dan sejarawan sebagai ilmiawan humaniora, tidak perlu menjadi dua
orang  yang  terpisah.  Dan  manfaat  dari  pada  yang  satu  itu  kepada  baik  humaniora  maupun
ilmu-ilmu sosial akan sangat bertambah jika ia tidak bertindak schizophrenis. Kedua bidang
berminat  kepada  masalampau,  meskipun  ilmiawan  humaniora  cenderung  untuk
menitikberatkan  diri  kepada  masalampau  sedangkan  ilmiawan  sosial  lebih  menitikberatkan
diri kepada  masakini dan masadepan. Memang ilmiawan humaniora dapat mempergunakan
dua pendekatan lain terhadap subjeknya  yang dianggap lebih baik daripada  yang ditempuh
oleh ilmiawan sosial.
Karena setiap individu mungkin menuliskan sejarahnya sendiri (dan pastilah ia sering
memikirkan  kemungkin  itu),  ia  dapat  melakukan  itu  dengan  menempuh  jalan  yang
merupakan  kombinasi  antara  ketiga  pendekatan  yang  dilukiskan  diatas,  yakni  bersifat
budayatotal atau sosiologis, yang spesialistis, dan analistis.
BAB III
Apakah “Sejarah” dan “Sumber sejarah”
Sejarah tidak dapat direkonstruksi, masalampau manusia untuk sebagian besar tidak
dapat ditampilkan kembali. Bahkan juga mereka yang dikarunia ingatan yang tajam sekalipun
tidak  akan  dapat  menyusu  kembali  masalampaunya,  karena  dalam  hidup  semua  orang
3
pastilah  ada  peristiwa,  orang,  kata-kata,  pikiran-pikiran,  tempat-tempat  dan  bayanganbayangan  yang  ketika  terjadi  samasekali  tidak  menimbulkan  kesan,  atau  yang  kini  telah
dilupakan.
Sesuatu  yang  harus  menjadi  sesuatu  obyek  adalah  harus  mempunyai  existensi  yang
merdeka  diluar  pikiran  manusia.  Kata  subyektif  tidak  dipergunakan  disini  untuk
merendahkan  secara  bagaimanapun,  melainkan  mengandung  arti  bahwa  perlu  diperlakukan
dengan  pelbagai  jaminan  khusus  terhadap  kemungkinan  timbulnya  kekeliruan.  Akan  tetapi
obyek-obyek  itu  tidak  pernah  merupakan  kejadian  atau  peristiwa  itu  sendiri.  Jika  bersifat
artifact mereka adalah hasil daripada peristiwa, jika bersifat dokumen tertulis, maka mungkin
merupakan hasil atau rekaman daripada peristiwa.
Seluruh  sejarah  masalampau  (yang  dinamakan  sejarah-sebagai  aktualitas)  dapat
diketahuinya  hanya  melalui  rekaman  daripadanya  (sejarah  sebagai  rekaman.  Dan  sejarah
sebagaimana yang diceritakan (sejarah lisan atau sejarah tulisan) hanyalah merupakan bagian
yang  diungkapkan  oleh  sejarawan  daripada  bagian  yang  dimengerti  daripada  bagian  yang
dapat dipercaya dari bagian yang dapat ditemukan daripada sejarah-sebagai rekaman.
Pendeknya  sasaran  sejarawan  adalah  untuk  mendekati  sedekat-dekatnya  suatu
masalampau  yang  telah  lenyap  yang  merupakan  suatu  proses  subyektif  dan  bukannya
kepastian experimental yang mengenai suatu realitas yang obyektif. Yang dinamakan metode
sejarah disini adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan
masalampau.  Rekronstruksi  yang  imajiantif  daripada  masalampau  berdasarkan  data  yang
diperoleh dengan menempuh proses itu disebut historiografi (penulisan sejarah).
Jika  bahan-bahan  itu  bersifat  arkeologis,  epigrafis  atau  numismatis  untuk  sebagian
besar ia harus bertumpu kepada museum. Bahan-bahan itu adalah sumber-sumbernya. Sebuah
sumber  primer  adalah  kesaksian  dari  pada  seorang  saksi  dengan  mata-kepala  sendiri  atau
saksi  dengan  pancaindera  yang  lain.  Sumber  sekunder  merupakan  kesaksian  daripada
siapapun  yang  bukan  merupakan  saksi  pandangan-mata,  yakni  dari  seseorang  yang  tidak
hadir  pada  peristiwa  yang  dikisahkannya.  Sumber  primer  hanya  harus  “asli”  dalam  arti
kesaksiannya tidak berasal dari sumber lain melainkan berasal dari tangan pertama.
Seorang  wartawan  mungkin  menceritakan  hal-hal  yang  dilihatnya  sendiri,  namun
mungkin  pula  harus  bertumpu  kepada  keterangan  “juru  bicara  resmi”  atau  sumber-sumber
yang biasanya dapat dipercaya. Dokumentasi,  yang sebagaimana dipergunakan anatara lain
4
oleh sejarawan, berarti setiap proses pembuktian yang didasarkan atas jenis sumber apapun,
baik  yang  bersifat  tulisan,  lisan,  gambaran,  atau  arkeologis.  Dokumen  insani  didefinisikan
sebagai  “suatu  pertelaan  mengenai  pengalaman  individual  yang  memperlihatkan  tindakantindakan individu sebagai sesuatu pelaku insane dan sebagai peserta didalam hidup sosial.
BAB IV
Memlilih Subyek dan Menemukan Informasi Mengenainya.
Gurubesar-gurubesar  sejarah  seringkali  menyimpan  daftar  subyek  yang  mereka
anggap  penting  untuk  diselidiki  oleh  mahasiswanya;  penerbit  dan  editor  kadang-kadang
mempunyai  judul  buku-buku  dan  artikel-artikel  bagi  calon-calon  pengarangnya.  Pengarang
harus berdiri diatas kakinya sendiri tanpa menutut daya-upaya di luar kemampuannya. Tetapi
akan kelirulah untuk memberikan dugaan kepada pemula-pemula yang penuh harapan, bahwa
sejarah  yang baik hanya terdiri  atas penulisan mengenai subyek  yang sangat terspesialisasi
dan local. Untuk menghindari extremitas seperti itu patut bahwa proses mengurangi sesuatu
subyek  yang  terlalu  luas  dapat  dibalik  jika  subyek  itu  begitu  sepele  dan  khusus,  sehingga
kesaksian mengenainya tidak cukup. Dengan demikian anda dapat menuliskan  suatu sejarah
resimen yang otoritatif.
Hasrat  daripada  sejarawan  yang  bertanggungjawab  untuk  menghindarkan
ketergantungan yang terlalu besar kepada pengarang-pengarang lain, dengan perkataan lain,
untuk  memberikan  sumbangan  orisinil  kepada  studi  sejarah,  mengharuskan  diwajibnya
pertanyaan-pertanyaan  lain  yang  berhubungan  dengan  pemilihan  suatu  subyek.  Kesukarankesukaran teknis barangkali lebih besar lagi jika yang dipilih adalah sesuatu subyek didalam
bidang  sejarah  komperatif.  Dan  jika  seseorang  mengingat  beberapa  katakunci  (key  word)
yang  terdapat  didalam  subyek  yang  dibahasnya,  boleh  jadi  ia  dapat  menemukan  buku  dan
artikel yang dimasukkan kedalam katalogus dibawah salahsatu diantara kata-kata kunci.
Bagian  yang  paling  menyusahkan  dalam  pekerjaan  sejarawan  adalah  membuat
catatan. Pada umumnya sebuah catatan yang penuh, haruslah disusun secara sangat cermat.
Jika bahan yang dikehendaki itu panjang maka pencatat sebaiknya mempertimbangkan untuk
menggunakan proses fotografis seperti fotostat atau microfilm  untuk memproduksi halaman
yang  ditulis  atau  dicetak.  Biasanya  suatu  catatan  dibuat  semata-mata  sebagai  peringatan
kepada bahan yang tidak akan dikutip. Karena itu cukup untuk hanya menunjuk sumbernya
tanpa mengutip bahasanya kata demi kata.
5
Penulisan  catatan-catatan  yang  ditunjukkan  kepada  diri  sendiri  berisi  saran-saran
untuk  mengusut  sesuatu,  menyisipkan  sesuatu,  hipotesa-hipotesa,  referensi  silang  dan
gagasan-gagasan  yang  cemerlang  yang  datang  ditengah-tengah  malam,  pada  kertas-kertas
dicatatan yang ditata secara teratur dengan catatan-catatan referensi.
Suatu  ilustrasi  mungkin  akan  dapat  lebih  menjelaskan,  secara  bagaimana  susunan
menurut  topic  lebih  baik  daripada  susunan  yang  sepenuhnya  kronologis.  Disamping  itu
ilustrasi  tersebut  juga  menunjukkan  satu  diantara  keuntungan-keuntungan  untuk
menggambarkan masalah kita sebagai suatu pertanyaan dan tidak sebagai suatu subyek.
BAB V
Dari Mana Datangnya Informasi Sejarah
Sejarawan  setidak-tidaknya  mempunyai  dua  tujuan.  Ia  merupakan  (1)  pengawal
daripada warisan budaya dan (2) penutur kisah daripada perkembangan umat manusia. Fakta
sebagai  unsur  adalah  penting  bagi  sejarawan  selaku  sejarawan.  Semakin  serius  maksud
pengarang  untuk  semata-mata  membuat  rekaman,  semakin  dapat  dipercaya  dokumennya
sebagai sumber sejarah.
Sebuah  rekaman  sejaman  dapat  didefinisikan  sebagai  suatu  dokumen  yang
dimaksudkan  untuk  menyampaikan  instruksi  mengenai  suatu  transaksi,  atau  membantu
ingatan orang-orang yang secara langsung terlibat didalam transaksi itu. Laporan konfidensiil
berbeda dari rekaman karena biasanya ditulis sesudah peristiwa terjadi, karena itu dokumendokumen  jenis  ini  kurang  dapat  dipercaya  pada  umumnya  dibandingkan  dengan  rekaman
sejaman.  Laporan  umum  berbeda  dari  laporan  konfidensiil  terutama  karena  jumlah  orang
yang diduga oleh para pengaarangnya akan membacanya. Karena jumlah itu lebih besar, taraf
umum dapatnya dipercaya adalah kurang dibandingkan dengan laporan konfidensiil.
Questionnaore  sebagai  sarana  untuk  memperoleh  informasi  dan  opini,  bukanlah
merupakan  pertemuan  mutakhir.  Tambahan  pula  questionnaire  sekarang  sering  berusaha
mengatasi kekurangan-kekurangan yang ditimbulkan oleh “leading question” dengan member
ruangan untuk “komentar” atau pernyataan”.
Banyak sejarawan yang memperlihatkan sikap yang terlalu hormat terhadap dokumen
dan  kompilasi  pemerintah.  Kompilasi-kompilasi  resmi  daripada  undang-undang  dan
6
peraturan merupakan bukti primer mengenai isinya sendiri; mereka hanya merupakan bukti
inferensiil mengenai motif dan perasaan dibelakangnya.
Tajuk rencana, esei, pidato, surat kepada redaksi, public opinion poll adalah berharga
bagi  sejarawan  yang  mempelajari  opini,  baik  individuil  maupun  umum.  Ungkapan  opini,
lebih daripada oleh kesaksian hasil observasi.
Sesungguhnya  terdapat  suatu  madzab  sejarawan  yang  beranggap  bahwa  nilai  dan
gagasan berubah dengan periode-periode sejarah. Gagasan hanya merupakan “fungsi-fungsi
reflex daripada kondisi-kondisi sosiologis yang menyebabkan kemunculannya. Pada bidang
filsafat,  fiksi,  drama,  dan  puisi.  Tetapi,  biasanya  sejarawan  tidak  berani  menggunakan
informasi  yang  dikandung  oleh  karya-karya  itu  kecuali  jika  dikonfirmasi  oleh  pengetahuan
lain.
Folklore  bercerita  mengenai  aspirasi,  takhayul  dan  adat  rakyat  yang
memperkembangkan  cerita-cerita.  Pepatah,  folklore  dan  nama  tempat,  maupun  fiksi,
nyanyian dan puisi, membutuhkan latarbelakang sejarah untuk dapat berguna bagi sejarawan.
Jika pertelaan sekunder yang baik akan memungkinkannya untuk mengerti lebih baik sebuah
dokumen sejaman.
BAB VI
Masalah Otentisitas atau Kritik Extren
Masalah otentisitas jarang dihadapi jarang dihadapi oleh ahli sosiologi, psikologi atau
antropologi,  yang  pada  umumnya  mempunyai  suatu  subyek  hidup  dibawah  pandangan
matanya,  yang  dapat  dilihat  pada  waktu  ia  menyusun  otobiografinya  dan  dapat
menginterogasinya mengenai hal-hal yang menimbulkan kesangsian. Dokumen sejarah sering
dipalsu  karena  beberapa  sebab,  terkadang  mereka  dipergunakan  untuk  mendukung  suatu
claim yang palsu, dan juga dipalsukan untuk dijual.
Sebuah  dokumen  yang  dalam  keseluruhannya  atau  untuk  sebagian  besarnya
merupakan  hasil  daripada  suatu  usaha  sengaja  untuk  menipu.  Paling  sering  terjadi  dengan
kopi daripada dokumen-dokumen yang aslinya telah hilang dan pada umumnya disebabkan
oleh jenis kekeliruan yang berbentuk pengurangan, pengulangan, atau penambahan. Restorasi
7
teks  adalah  mengumpulkan  sebanyak-banyaknya  kopi  daripada  teks  yang  diragukan  sejauh
dapat dihasilkan oleh pencarian yang rajin.
Studi  kronologi  bagi  sejarawan  memudahkan  pemecahan  daripada  masalah
pengukuran  waktu.  Seringkali  sejarawan  menjumpai  dua  atau  lebih  teks  yang  berbeda
daripada  dokumen  yang  sama  yang  diterbitkan  oleh-oleh  ahli  yang  bertanggungjawab.
Kadang-kadang  juga  versi-versi  yang  diterbitkan  tidak  sepenuhnya  betul  sehingga  perlu
dilakukan perbandingan dengan manuskrip asli. Setelah memperoleh satu teks yang seakurat
mungkin  sejauh  sumber-sumbernya  mengijinkan,  sejarawan  dihadapkan  kepada  masalah
untuk  menentukan  artinya.  Kontradiktif  maupun  suplementer  dapat  menangkap  nuancenuance  yang  juga  tidak  akan  lepas  dari  perhatiannya  untuk  mengerti  apa  yang  oleh  saksi
dimaksudkan  untuk  disampaikan.  Apabila  kita  menjumpai  bahasa  yang  meragu-ragukan
timbullah sesuatu persoalan tambahan karena kedwiartian bersifat sengaja atau tidak sengaja.
Masalah  hermeneutic  menjadi  sangat  kuat  apabila  dapat  diduga  bahwa  ada  maksud  untuk
dengan sengaja menutupi arti
Kemampuan untuk menempatkan diri dari di tempat individu lain dari jaman lain dan
kemampuan untuk menafsirkan dokumen, peristiwa dan personalitas dengan pandangannya,
ukurannya dan simpatinya disebut historical-mindedness. Hal ini menuntut dari si penyelidik
supaya  ia  menanggalkan  personalitasnya  sendiri  dan  sejauh  mungkin  mengambil  oper
personalitas  subyeknya.  Bagian  esensiil  daripada  kritik  extern,  adalah  penerkaan  mengenai
tanggal  kira-kira  daripada  dokumen  dan  suatu  identifikasi  daripada  yang  menurut  dugaan
adalah pengarangnya
BAB VII
Masalah Kredibilitas atau Kritik Intern
Sejarawan pertama kali memeriksa kesaksian dengan jalan memperoleh seperangkat
unsur  yang  relevan  bagi  sesuatu  topic  atau  persoalan  yang  ada  dalam  pikirannya.  Kredibel
bahwa  unsur  itu  paling  dekat  dengan  apa  yang  sungguh-sungguh  terjadi  berdasarkan  suatu
penyelidikan  kritis  terhadap  sumber-sumber  terbaik  yang  ada.  Dengan  jalan  itu  data
elementer daripada sejarah harus dibuktikan.
Usaha  menganalisa  sebuah  dokumen  untuk  menemukan  fakta-fakta  satu  peragkat
pertanyaan  untuk  menanyakan  pertanyaan  yang  sederhana  sudah  memiliki  gambaran  dan
mungkin  satu  hipotesa  mengenainya,  baik  implicit  atau  eksplisit,  tentative  dan  luwes  atau
8
dirumuskan  dan  sudah  baku.  Menyusun  hipotesa  dalam  bentuk  interogatif  adalah  lebih
bijaksana  daripada  menyusunnya  dalam  bentuk  deklaratif.  Identifikasi  terhadap  pengarang,
adalah  perlu  untuk  menguji  otentisitas  daripada  dokumen.  Dokumen  singkat  kita  mungkin
mengetahui  banyak  mengenai  pengarang  tanpa  mengetahui  siapa  dia.  Kemampuan  untuk
menyatakan  kebenaran  untuk  sebagian  bertumpu  kepada  dekatnya  saksi  kepada  peristiwa.
Kekurangan  yang  hampir-hampir  tak  terhindarkan  dalam  dokumen  pribadi  adalah
egosentrisme.  Sejarawan  juga  harus  menghadapi  dokumen-dokumenyang  pengarangpengarangny, meskipun biasanya kompeten untuk menyatakan kebenaran.
Ada  beberapa  kondisi  yang  terutama  cenderung  kepada  ketidak-benaran  adalah  (1)
satu diantara peraturan yang paling elementer dalam analisa terhadap kesaksian adalah bahwa
kita harus bersikap waspada terhadap saksi yang berkepentingan. (2) seringkali keuntungan
yang diperoleh dari hasil penyelewengan kebenaran adalah subtil dan mungkin tidak disadari
oleh  saksi  sendiri.  (3)  pendengar  atau  pembaca  yang  dituju  oleh  sesuatu  dokumen,
memainkan peranan penting didalam menentukan kebenaran sesuatu pernyataan. (4) langgam
sastra kadang-kadang memaksa diberikannya pengorbanan terhadap kebenaran. (5) undangundang dan konvensi kadang-kadang memaksa saksi untuk beralih dari kebenaran mutlak. (6)
yang berdekatan dengan kategori diatas adalah pemberian tanggal yang tidak exak terhadap
dokumen-dokumen  sejarah  karena  bersangkutan  kepada  konvensi  dan  formalitas.  (7)
ekspektasi atau antisipasi seringkali menyesatkan saksi. Kredibilitas umum daripada sesuatu
dokumen mungkin harus dipergunakan sebagai koroborasi.
BAB VIII
Mempelajari (dan mengajar) Teknik-Teknik Sejarah
Kita dapat memutuskan untuk mempelajari sejarah dengan pelbagai alasan. Diantara
alasan-alasan itu ialah suatu rasa ingintahu yang iseng mengenai masalampau keluarga kita
atau tempat tinggal kita. Dalam usaha mempelajari metode sejarah , adalah lebih baik  bagi
seoarang  mahasiswa  untuk  didorong  oleh  minatnya  sendiri  daripada  didorong  oleh  minat
gurunya. Karena itu mahasiswa sejarah hanya menyadari secara samar-samar bahwa sejarah
adalah sesuatu metode yang dipergunakan orang untuk menemukan peninggalan-peninggalan
dan saksi-saksi mengenai sesuatu episode sejarah yang mengenainya kita ingin mengajukan
9
pertanyaan,  untuk  mengumpulkansemua  bukti  yang  relevan  yang  diberikan  olehnya,  dan
untuk menilai bukti itu guna sampai kepada jawaban yang dapat dipercaya.
Historiografi  adalah  sesuatu  yang  lebih  daripada  hanya  menuliskan  kembali  dengan
kata-kata suatu yang lebih daripada hanya menuliskan kembali dengan kata-kata sendiri apa
yang  telah  diajukan  secara  cukup  dalam  karya-karya  orang  lain.  Pengajar  metode  sejarah
sebaiknya  beprestasi  dan  menyuruh  mahasiswa  berprestasi  seolah-olah  ia  adalah  editor
sebuah majalah sejarah yang telah meminta kepada setiap anggota kelas untuk memberikan
sebuah  artikel  mengenai  sesuatu  subyek  yang  telah  disepakati.  Bahan  bacaan  mengenai
langgam dan komposisi, luarbiasa banyaknya. Karena kesulitan komposisi didalam penulisan
sejarah tidak berbeda dari komposisi jenis lain manapun, hanya sedikit yang perlu disebutkan
disini yang khusus berguna bagi sejarawan.
Seorang  sejarawan  seyogyanya  merancang  artikel  atau  babnya  sehingga  ia
mempunyai  gambaran  apa  yang  menjadi  bagian  awal,  bagian  tengah  dan  bagian  akhirnya.
Seringkali terjadi bahwa draft pertama membawa kesadaran bahwa seluruh komposisi telah
digambarkan secara keliru. Hal itu terutama akan Nampak apabila kesimpulan tidak diperoleh
secara langsung dan jelas dari bahan-bahan yang telah disajikan.
Dalam hal itu, sebaiknya ia mulai sejak permulaan lagi dan dengan selalu mengingatingat bagian-bagian dari pada kesimpulan sementaranya mencoba membuktikan setiap bagian
selangkah demi selangkah dalam suatu karangan baru.
BAB IX
Sepatah Kata Mengenai Langgam dan Komposisi
Sebagian besar daripada komposisi sejarah adalah argumentative. Apabila menyajikan
argumentasi  dalam  kasus-kasus  seperti  itu  sejarawan  memakai  bukti  yang  masih  berwujud
dalam salahsatu bentuk, baik-buruk. Tetapi apabila sejarawan menyajikan suatu exposisi atau
suatu kisah, maka masalahnya menjadi lain, dan langgamnya tidak harus berbeda. Karenanya,
apa  yang ditulis oleh sejarawan apabila ia menuliskan kisah atau exposisi sejarah bukanlah
apa  yang  dikatakan  atau  disampaikan  dokumen-dokumennya  melainkan  gambaran  dalam
angan-angannya mengenai peristiwa-peristiwa masalampau itu.
10
Peristiwa sejarah ditujukan terhadap sekurang-kurangnya empat sasaran, yakni detail
faktuil yang akurat, kelengkapan bukti yang cukup, struktur yang logis dan penyajian  yang
terang  dan  halus.  Catatanbawah   dipergunakan  untuk  menunjukkan  kepada  pembaca  yang
langka dan hanya merupakan suatu  referensi kepada  sesuatu segi tertentu didalam sesuatu
sumber  atau  kadang-kadang  merupakan  referensi  kepada  lebih  daripada  satu  segi  didalam
lebih  daripada  satu  sumber,  tidak  selalu  sering  juga  akan  memberikan  indikasi.  Salahsatu
sebab utama mengapa catatanbawah demikian dihindarkan oleh penerbit, editor, pengarang,
dan pembaca adalah karena dipergunakan untuk sekian banyaknya tujuan disamping hanya
tujuan  dokumentasi.  Disimpulkan  bahwa   catatanbawah,  jika  disusun  secara  tepat,  hanya
menarik minat pembaca yang berbeda-beda mengenai segi yang berbeda-beda dan karena itu
catatanbawah   harus  dibuat  sesedikit  mungkin  sejauh  dapat  dipertanggungjawakan  oleh
pengarang.  Didalam  kisah  atau  exposisi  sejarah,  adalah  reinterpretasi  sejarawan  mengenai
apa yang diajarkan oleh dokumen-dokumen yang harus merupakan sasaran utama. Perhatian
pembaca akan mengedor jika kutipan panjang dimasukkan secara terus-menerus.
Suatu langgam kisah yang baik menghendaki dihilangkannya referensi kepada prosesproses mental si pengarang dan menghendaki disajikannya hanya hasil-hasil daripada prosesproses itu, dengan pengetahuan mengenai segalanya yang diharapkan dari seorang pengarang
fiksi mengenai tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian didalam ceritanya.
Kiranya seorang sejarawan tidak akan mulai dengan penyusunan teksnya sebelum ia
merasa pasti bahwa catatan-catatan yang akan menjadi sumber ceritanya telah cukup lengkap
dan bahwa pengetahuannya mengenai subyek mengijinkan sesuatu kemiripan tertentu kepada
masing-masing catatan itu. Apabila pengarang telah selesai dengan draft pertama, ia dapat
mengenakan  komentar  yang  terkenal.  Setelah  memastikan  pada  suatu  tempat  didalam  draft
pertama ia telah menyisipkan semua hal yang mungkin relevan pada tempat yang banyaksedikitnya  sesuai  dengan  memperhatikan  kredibilitas  atau  ketiadaan  kredibilitas,  maka
pengarang telah siap untuk memulai draft kedua.
Tujuan  utama  daripada  revisi  draft  yang  baru  adalah  untuk  memperoleh  taraf
kejelasan dan kehalusan yang lebih besar. Revisi daripada draft ketiga member kesempatan
baik  untuk  mentrapkan  pelajaran-pelajaran  elementer  mengenai  karang-mengarang  yang
begitu mudah diabaikan oleh kita semuanya. Setelah segalanya itu dilaksanakan, kecermatan
menutut diadakannya draft keempat.
11
BAB X
Masalah Seleksi, Penyusunan dan Tertekan
Kenyataan  bahwa  ada  arti-arti  baru  yang  diberikan  kepada  kata-kata  yang  telah
dipergunakan  dengan  arti  yang  lain,  menyebabkan  timbulnya  sebagian  kekacauan  dalam
diskusi-diskusi  mengenai  hakekat  sejarah.  Historiofrafi  yang  menunjuk  kepada  tulisan  atau
bacaan  yang  dapat  disebut  historis  harus  diperbedakan  dari  kata  yang  sama  apabila  berarti
proses penulisan sejarah.
Tujuan  historiografi  pada  tarafnya  yang  tertinggi  adalah  menciptakan  kembali
totalitas  daripada  faktta  sejarah  dengan  sesuatu  cara  yang  tidak  memperkosa  masalampau
yang  sesungguhnya.  Jelas  bahwa  masalah  penulisan  sejarah  tidak  sederhana.  Dalam  setiap
jenis exposisi atau kisah, fakta-fakta sejarah harus : (1) diseleksi, (2) disusun, (3) diberi atau
dikurangi tekanan, dan (4) ditempatkan didalam sesuatu macam urut-urutan kausal.
Kiranya  aturan  seleksi  yang  paling  sederhana  adalah  memilih  mana  yang  relevan.
Tapi proses itu tidak sepenuhnya memecahkan masalahnya karena jika dikembalikan sampai
kepada istilah-istilahnya yang paling simple adalah relevan jika relevan bagi suatu proposisi
yang  bersifat  kisah,  deskriptif  atau  kausal,  yang  mempersatukan.  Pada  akhirnya,  yang
dikatakan  dengan  cara  itu  hanyalah  bahwa  hal-hal  yang  dianggap  relevan,  adalah  hal-hal
yang relevan untuk menjawab suatu pertanyaan.
Pada  waktu  sejarawan  tiba  pada  tahap  penulisan  didalam  proses  penyelidikannya,
proposisi-yang-mempersatukan  atau  hipotesa  interogatif  sudah  harus  menjadi  suatu  teas
deklaratif  yang  penuh.  Baik  proposisi-yang-mempersatukan  maupun  hipotesa
interogratifhannya  bermanfaat bagi subyek-subyek yang sedemikian monografis sifatnya dan
keputusan mengenai apa yang relevan adalah sebagian besar persoalan pertimbangan pribadi.
Dalam usaha untuk menghindarkan pertimbangan-pertimbangan yang terlalu ketat mengenai
relevan  atau  tidaknya  bahan-bahan  seseorang,  telah  timbul  suatu  kebiasaan  yang  kiranya
tidak seberapa menguntungkan.
Penyusunan  data  sejarah  yang  paling  masuk  akal  adalah  penyusunan  secara
kronologis,  yakni  dalam  periode-periode  waktu  karena  kronologi  kiranya  merupakan  satusatunya  norma  obyektif  dan  konstan  yang  harus  diperhitungkan  oleh  sejarawan.  Dalam
kenyataanya,  studi  sejarah  telah  sangat  dirugikan  oleh  kecenderungan  untuk  memberikan
kepada periode-periode tertentu merk-merk yang relative tepat. Bahwa sesuatu kecenderungn
12
kearah  itu  telah  ada  dibuktikan  oleh  perhatian  yang  semakin  bertambah  dari  pihak  para
sejarawan.  Cara-cara  penyusunan  yang  lain  daripada  cara  kronologis  mungkin  juga  tetapi
sama mengandung kekurangan. Masalah tekanan (emphasis) langsung berhubungan dengan
masalah seleksi dan penyusunan.
BAB XI
Masalah Sebab, Motif dan Pengaruh
Sejarawan cenderung untuk bicara mengenai sebab langsung atau lantaran serta sebab
taklangsung  daripada  peristiwa-peristiwa  sejarah.  Sebab  langsung  atau  lantaran  sering
mempunyai  sifat  suatu  kebetulan.  Sebab  langsung  hanyalah  merupakan  suatu  titik  dalam
suatu rantai peristiwa, trend, pengaruh, dan kekuatan-kekuatan yang pada titik itu akibatnya
mulai nampak. Apabila sejarawan mendiskusikan masalah sebab-sebab taklangsung, mereka
paling  sering  dan  paling  keras  berselisih  paham.  Karena  keterangan  kausal  mengenai
peristiwa-peristiwa  didasarkan  atas  filsafat-filsafat  sejarah;  padahal  filsafat-filsafat  sejarah
tidak akan ada akhirnya. Tekanan beralih kepada kedaifan dan keberanian manusia sebagai
keterangan yang paling baik bagi krisis-krisis sekuler, meskipun sejarah secara esensiil tetap
bersifat teologis.
Perkembangan deisme dan rasionalisme dalam abad-abad ke 17 dan 18 mengurangi
penekanan  kepada  rencana  Tuhan  dan  memperbesar  minat  kepada  karya  manusia  serta
tempat  tinggalnya.  Abad  19,  dengan  berlimpah-limpahnya  nasionalisme-nasionalisme,
idealism-idealisme  filsafat,  utilitarianisme-utilitarianisme  dan  positivism-positivisme,
memperlihatkan lebih banyak lagi macam pendekatan kepada masalah sebab, dibandingkan
dengan salahsatu diantara periode-periode terdahulu. Sementara itu Malthus dan sesamanya
kaum ekonomis telah memperkembangkan teori kelangkaan, dan sebagai akibat daripadanya
perjuangan  untuk  kelangsungan-hidup  dalam  bidang  ekonomi.  Untuk  waktu  yang  lama
nampaknya  kemenangan  berada  di  tangan  sejarawan  dari  madzab-madzab  nasionalistis.
Pertama kali timbul madzab sejarawan “ilmiah”, yang hampir semuanya secara langsung dan
tidak langsung adalah murid Ranke.
Pengertian  pengaruh  agak  abstrak  dan  tidak  terdapat  satu  standard  untuk
mengukurnya  yang  diterima  secara  umum,  maka  usaha  semacam  itu  mudah  menghasilkan
kekeliruan  atau  setidak-tidaknya  ketidak  sepakatan  diantara  ahli-ahli.  “Pengaruh”  tidak
13
merupakan  sesuatu  yang  seragam.  Kadang-kadang  berbagai  jenis  pengaruh  tidak  dapat
dibandingkan  dan  tidak  dapat  disepadankan.  Akibat  itu  akan  bersifat  taklangsung  dan
menuntut  suatu  proses  yang  sangat  ruwet  dan  spekulatif  untuk  mengukurnya,  itupun  kalau
datanya  ada.  Setidak-tidaknya  jika  kita  bicara  dengan  pengertian-pengertian  akibatkomparatif  terhadap  angka  kelahiran  dan  angka  kematian,  kita  mengetahui  apa  yang
dimaksudkan dengan istilah tingkatan pengaruh dan keagungan.
Sejarawan tidak dapat menghindarkan diri dari spekulasi-spekulasi dengan berpretensi
bahwa  yang  menarik  minatnya  hanyalah  apa  yang  sungguh-sungguh  telah  terjadi,  bahwa
sesuatu pengaruh baginya diakui karena ia mempunyai bukti documenter mengenai pengaruh
itu.  Spekulasi  semacam  itu  menyangkut  apa  yang  kadang-kadang  disebut  “andaikata”
daripada sejarah dan sebaiknya disebut dengan metasejarah atau metashistoria. Suatu aspek
yang  menarik  hati  mengenai  masalah  pengaruh  sejarah  adalah  reaksi  terhadap  sesuatu
anteseden , pribadi sejaman atau peristiwa.
BAB XII
Sejarawan dan Masalah-Masalah Masakini
Meskipun  ada  terdapat  kekhawatiran-kekhawatiran  yang  tegar  dan  luas,  namun
penggunaan  daripada  generalisasi-generalisasi  ilmu  alam  oleh  sejarawan  terus  bertambah.
Satu  diantara  cara-cara  yang  paling  baik  bagi  masyarakat  untuk  memberikan  sumbangan
kepada usaha mengerti masyarakat, adalah dengan jalan menemukan kontrdiksi-kontradiksi
dan perkecualian-perkecualian dalam generalisasi-generalisasi ilmu sosial.
Sarjana-sarjana  psikologi  yang  kenal  akan  metode  sejarah  dan  sejarawan  yang
mengetahui mengenai teknik-teknik dan  azas-azas psikologi, dengan jalan melakukan studi
mengenai  personalitas  sebagaimana  yang  diberi  ilustrasi  oleh  tokoh-tokoh  sejarah  dapat
membuat  “tipologi”  semacam  itu  secara  lebih  otentik,  lebih  tepat  dan  lebih  bervariasi.
Sejarawan, juga membuat sejumlah besar generelasi yang bersifat metodologi yang diabaikan
oleh  sarjana-sarjana  ahli  masyarakat,  dengan  akibat  yang  merugikan.  Jarang  sekali  sebuah
generalisasi sejarah dapat diuji sebagaimana generalisasi didalam ilmu-ilmu fisik atau bahkan
14
sekali-sekali  generalisasi  didalam  ilmu-ilmu  sosial,  yakni  dengan  experimentasi  terkendali.
Tambahan  pula  suatu  gejala  yang  hanya  dapat  diterapkan  kepada  manusia  menyebabkan
sejarawan  lebih  suka  membatasi  generalisasiny  kepada  peristiwa  dan  lembaga-lembaga
masalampau.  Generalisasi-generalisasi  mengenai  fakta-fakta  sejarah  harus  dianggap
mempuyai  validitas  terbatas,  karena  setiap  skema  kausal  yang  diterapkan  kepada  sejarah
cenderung  untuk  mempunyai  usur  beratsebelah  pribadi  yang  besar,  serta  karena  pengertian
sejarah  harus  dilihat  sebagai  daya-upaya  suatu  pemikiran  yang  dikondisikan  oleh  suatu
budaya masakini.
Bahkan  pelaksanaan  yang  paling  ketat  terhadap  azas-azas  itu  serta
pertanggunganjawab  yang  sebesar-besarnya  terhadap  kewajiban-kewajiban  ilmiahnya,  tidak
akan melenyapkan reaksi-reaksi yang berkondisi, subyektif , dan “presentistis” dari pin nnhak
sejarawan. Tetapi betapapun lemah jasmaninya, sikap yang sedemikian itu memberikan untuk
menguji rokhani ilmiahnya.

Komentar

Postingan Populer